Langsung ke konten utama

2017, Manusia Semakin Gila

Tulisan gue kali ini semata-mata tulisan yang berlandaskan curhat semata, dimana memang tujuan gue buat blog adalah tak lain untuk mengeluarkan unek-unek dan segala macam pikiran yang ada di kepala gue. Seno Gumira Ajidarma pernah berkata kalau “menulis adalah suatu cara bicara, suatu cara untuk berkata, dan suatu cara untuk menyapa”. Jadi, bagi gue sendiri menulis adalah suatu kebahagiaan sederhana ketika gue mampu mengungkapkan apa yang selama ini selalu berontak mendesak di kepala gue untuk dikeluarkan.

Dan berbicara tentang sesuatu yang mendesak di pikiran gue selama seminggu ini adalah dimana pertengahan tahun 2017 ini gue melihat manusia semakin gila, semakin kehilangan sisi kemanusiaannya. Seminggu ini gue selalu menonton berita di salah satu stasiun tv swasta, dan yang membuat gue geleng-geleng kepala adalah berita pembunuhan semakin lama semakin sadis dengan hanya berlandaskan alasan yang sepele  diluar nalar. Seperti berita-berita dibawah ini:




Berita-berita di atas sukses membuat gue semakin aware sama human. Semakin membuat gue untuk membenarkan perkataan Ayah gue yang selalu bilang kalau kita ga boleh 100% menaruh kepercayaan pada siapapun. Dan sampai detik ini gue pun selalu menanamkan itu pada filosofi hidup gue “Don’t trust anyone, even a salt looks like a sugar”. Bukan karena gue gapercaya masih ada manusia baik di dunia ini, tetapi karena manusia sangat dinamis itu yang membuat manusia terkadang lebih mengerikan. Yang semakin miris ketika melihat berita diatas adalah menunjukkan kualitas hidup manusia semakin memburuk, bukannya semakin membaik. Dari waktu ke waktu manusia digulung di dalam seluruh kehidupan, sehingga kita terus melihat bagaimana dosa bertumbuh dan berkembang.

Dulu dosa sudah ada. Sekarang pun ada, tetapi cara memainkan dosa itu semakin mengerikan. Dulu, di dalam nilai-nilai, dosa itu memang dosa, dan manusia yang melanggar nilai-nilai itu dianggap telah melakukan dosa dan merasa bersalah. Di masa kini, dosa itu bisa disebut bukan dosa, malah sebuah kebenaran. Ini namanya relativisme. Maka semakin hari, cara berpikir, dan cara menempatkan dosa itu semakin mengerikan. Terkadang manusia melakukan dosa atas dasar pembenaran bagi diri nya sendiri.

Dalam batin gue selalu berpikir apa dengan melakukan kejahatan mereka mendapatkan kepuasan tersendiri? Lalu bagaimana dengan nasib keluarga korban? Bagaimana keluarga korban melanjutkan hidup ketika mungkin korban adalah sebagai tulang punggung keluarga, tumpuan hidup, dan harta yang tidak bernilai bagi keluarganya? Tetapi kalian dengan tega menghancurkan segala harapan yang telah dibangun.

Sejatinya ketika kalian melakukan kejahatan, menyakiti orang lain, kalian bukan hanya menyakiti orang tersebut tapi berdampak bagi keluarga, kondisi mentalnya, dan percayalah dengan melakukan kejahatan dan menyakiti orang lain, kalian juga menyakiti diri kalian sendiri. Jadilah manusia yang berlomba mencari kebaikan, bukan dengan berlomba mencari dosa atas pembenaran semata dengan melakukan kejahatan dan menyakiti orang lain.

Tulisan ini semata-mata buat menjadi bahan perenungan gue aja sendiri untuk menjadi yang lebih baik dan baik lagi, tetapi kalau kalian mau ikut merenung dengan tulisan ini pun gak masalah, gak pun juga tak apa. Dan ingat, sebaik-baiknya kekuatan adalah ketika kalian mampu diam, padahal emosi mu sedang meronta ingin dikeluarkan. Be positive!!


Komentar

  1. Di era ini jarang lhoo individu yang berbagi kebaikan lewat medsos.
    Bahkan di dunia nyata pun manusia lebih suka berbuat buruk dengan lainnya. Dan gue rasa udah jadi PR buat kita untuk merubah mindset buruk mereka.
    Susah bukan berarti gak bisa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas komentarnya:) untuk itu lewat tulisan ini gue hanya mau berbagi pikiran positif aja sih agar kedepannya kita menjadi pribadi yg lebih baik lagi:)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Putih Biru Masa Transisi Yang Paling Indah

Dalam fase kehidupan anak sekolah Indonesia kita mengalami beberapa transisi. Dimulai dari SD, SMP, SMA, dan Kuliah. Dalam setiap fase transisi itu, pasti banyak memori-memori indah yang ga bakal bisa kalian lupain dari ingatan kalian. Seperti saat SD, pasti lo pernah ngalamin atau pengalaman temen lo yang namanya pup dicelana. Itu menjadi hal yang sangat lazim terjadi di masa-masa SD bahkan mungkin malunya bisa kebawa sampe tua. Dan mungkin dari kalian semua ada yang udah nemuin cinta monyet dikala itu. Ya....cuman sekedar “gue suka dia loh” udah, tanpa tau makna suka sebenernya tuh apa. Bahkan temen gue dulu saat SD pernah suka cowo karena dia jago main pianika dan jago mainin musik india. Udah, iya sesepele itu.... Fase transisi berikutnya adalah masa SMP. Banyak orang yang bilang masa-masa yang paling indah ketika kalian duduk di bangku sekolah itu adalah masa SMA. Bagi gue GAK . Kenapa gak? Di masa-masa SMA kalian udah harus nentuin identitas diri kalian, nemuin bakat yang ka...

The Golden Cage

The Golden Cage “A bird who hurt her wing, now forgotten how to fly” “A song she used to sing, but can't remember why” “A breath she caught and kept, that left her in a sigh” It hurts her so to love you, but she won’t say goodbye Sebuah poems karya Lang Leav yang screen-captureable banget buat para fakir kasih sayang, buat para penghuni cinta dalam diam, dan buat para manusia yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Poems itu nyeritain gimana sih rasanya patah hati bagi seseorang yang terlalu sayang namun hubungan memang sudah tidak bisa lagi diteruskan. Rasanya sakit, tapi ga berdarah. Berbicara mengenai patah hati, pasti diantara kalian juga pernah ngerasain yang namanya patah hati. Ada pepatah yang bilang, kalo kamu berani memulai untuk jatuh cinta, berarti harus siap juga buat nerima yang namanya patah hati. Baru-baru ini saya mengalami the most broken moment selama 22 tahun saya hidup. Walaupun kisahnya ga sedih-sedih amat kaya Romeo Juliet atau Jake ...